Laman

Jumat, 11 Oktober 2013

Aku Telah Kembali

Dingin malam itu kian terasa saat aku tiba. Lampu kota seakan menyapaku hangat mengucapkan selamat datang. Hujan pun menemani perjalananku dalam diam tanpa kegetiran sedikitpun. Pemandangan sepanjang jalan tol malam itu membuatku tersenyum geli mengingat hal-hal yang telah aku tinggalkan.
Kota ini punya cerita tentang kami. Tentang bagaimana kami menghabiskan segelas teh hangat bersama. Tentang bagaimana tangis yang ia tumpahkan saat perpisahan itu tiba.
Aku selalu menyukai keadaan malam Jakarta. Dengan hujan yang cukup lebat dan jalan tol yang macet hingga berjam-jam. Ada cerita yang dikisahkan dengan tulusnya hari itu. Cerita singkat yang menimbulkan perasaan antara dua insan. Perasaan yang selalu menggebu dan menginginkan hal yang lebih. Perasaan yang membawa kami semakin larut dalam lembaran cerita berikutnya.
Cerita kami tak pernah usai. Layaknya lingkaran yang tak berujung. Layaknya lagu cinta yang tak pernah menginginkan adanya akhir. Karna kami sangat menikmati setiap jengkal hal yang kami lalui. Menikmati cinta yang tumbuh antara kami. Merangkai mimpi sebanyak yang kami mau. Tertawa renyah disetiap obrolan kecil yang kami buat.
Pernah ada tangis yang membanjiri tempat ini. Tangis yang pecah begitu saja ketika ia memelukku. Ia memelukku hangat, sehangat teh yang kami minum sore itu. Pelukkan selamat tinggal. Bahkan, aku masih bisa merasakan saat tubuhnya mendekapku erat seolah tak merelakanku pergi.
Namun kini, aku telah kembali. Dan aku berjanji, tak akan ada tangis dalam kisah selanjutnya.

Aku telah kembali dengan aku yang lain. Aku yang bisa kamu banggakan. Aku yang lebih baik. Aku yang siap membuka tanganku lebar untuk memelukmu lagi. Aku yang kamu inginkan. Dengan senyum dan pandangan yang lain. Senyum yang lebih merekah dari hari kemarin. Karna penantian ini, tak akan sia-sia. 




astria

Kamis, 03 Oktober 2013

Mimpi.




Perlahan langit mulai gelap. Sunset telah usai beberapa menit yang lalu. Aku duduk di pondok dekat pantai dengan segelas teh hangat yang menemani. Kupandangi laut dalam gelap malam. Sesekali kupejamkan mata merasakan dingin malam itu. Perlahan, aku berdiri. Aku berusaha melawan sepi yang menggeliat dalam diri. Di pantai ini, terdapat sejuta kenangan tentang ‘aku’ dan ‘dia’. Pantai ini, merupakan saksi bisu segala hal tentang ‘aku’ dan ‘dia’. Tentang bagaimana waktu yang tak terhitung yang telah kami habiskan bersama.
Kuambil segenggam pasir pantai. Perlahan kugenggam dan mulai berjatuhan lah sedikit demi sedikit. Aku sadar, perasaannya telah pudar. Perlahan menjauh dan membuang rasa yang pernah ada. Tak ada lagi canda tawa dan secarik kisah tentang ‘aku’ dan ‘dia’. Tak ada lagi khayalan gila yang kami buat bersama. Aku terhempas oleh waktu. Waktu yang perlahan membuat kami menjauh. Waktunya untukku sudah habis dan tak mungkin dapat terulang. Namun, aku tak setegar batu karang di lautan. Aku kalah dan mengalah pada takdir. Aku tak mampu merubah takdir seorang diri.
Wajahku berubah pucat pasi membayangkannya di depan mata. Mata yang membuka kisah kasih indah tentang pantai ini. Mata yang menyadarkanku bahwa kisah kami telah usai. Cerita cinta kami telah ternodai. Ada goresan kecil di hati ini, dan aku yakin, juga di hatinya.
Kisah ini terlupakan. Terlupakan segala angan-angan dalam benak diri. Hancur sebuah harapan yang telah kami rangkai selama ini. Ntahlah, mungkin tak ada lagi cara untuk membenarkan sesuatu yang telah rusak. Karna kisah ini, tak mungkin terulang.
Dia mengajakku terbang tinggi dengan caranya. Meluapkan berbagai emosi dengan hangat. Menanamkan benih kasih yang kian tumbuh seiring berjalannya waktu. Kini, dia telah pergi jauh meninggalkan mimpi yang telah kami ukir. Meninggalkan bekas luka tanpa mengobati.
Hanya rasa rindu yang ia tinggalkan. Rindu yang kian hari kian membara. Rindu yang tak pernah tersampaikan. Karna rindu ini, tak mungkin terbalaskan.


 astria