Aku mengenali suara ini. Suara yang sesungguhnya lembut
namun di buat seolah-olah terdengar kasar. Aku mengerti maksud dari tatapan
itu. Mengarah tajam seolah menusuk pupil dan retina ku namun tetaplah
menenangkan.
Ini tentang sebuah perpisahan. Ini bukanlah akhir, hanya
sebuah perpisahan.
Hanya? Hahahah ntah mengapa itu terdengar konyol dan
memilukan. Disetiap perpisahan pasti ada luka. Tidak selamanya luka berdampak
buruk, bahkan mungkin, bisa menjadi sesuatu yang lebih baik. Namun, luka
tetaplah luka. Tetap terasa perih dan menyakitkan.
Aku tak boleh menunjukkan apa yang kurasa. Bahkan, aku harus
meredam kembali air mata yang hampir jatuh. Aku tau kamu menyadarinya. Dan
tetap sama, kamu mengeluarkan senjata andalanmu, tatapan teduhmu.
Kamu duduk termangu diujung sana. Kita saling menyadari
bahwa kita saling memperhatikan. Meredam sejenak emosi yang sempat
menggebu-gebu. Berpura-pura tak melihat saat mata kita beradu pandang.
Tanganku gemas ingin memelukmu. Mendekapmu meski hanya
sesaat. Mencium aroma tubuhmu yang mulai kukenal. Hanya sesaat saja, bahkan aku
tak mampu.
Sejujurnya, sebagian dari diri ini tak merelakan
kepergianmu, namun, aku harus. Aku tak boleh menjadi penghalang bagimu. Aku
akan mendukungmu, disini dan tak akan pergi. Bahkan, aku bisa menjadi rumah
untukmu melepaskan segala keluh kesahmu nanti.
Aku mengamati setiap jengkal lekuk tubuhmu. Mengagumi segala
sesuatu yang ada di dirimu, hatimu, bahkan jiwamu. Aku... Mencintaimu.
Tak bisakah waktu berlalu begitu cepat saat kita terpisah?
Dan berjalan begitu lambat saat kita bersama? Masih banyak hal yang ingin aku
lalui bersamamu. Tertawa di balik hujan lagi misalnya. Atau menghabiskan waktu
berjam-jam hanya untuk menghabiskan segelas teh.
Beberapa jam lagi, ojek udara mu akan lepas landas.
Meninggalkan kota kecil ini dengan semangat yang membara, tanpa sadar, ada seorang
gadis yang masih berharap kepergianmu hanyalah gurauan belaka.
astria