Laman

Kamis, 12 Desember 2013

Tatapan Teduh


Aku mengenali suara ini. Suara yang sesungguhnya lembut namun di buat seolah-olah terdengar kasar. Aku mengerti maksud dari tatapan itu. Mengarah tajam seolah menusuk pupil dan retina ku namun tetaplah menenangkan.

Ini tentang sebuah perpisahan. Ini bukanlah akhir, hanya sebuah perpisahan.
Hanya? Hahahah ntah mengapa itu terdengar konyol dan memilukan. Disetiap perpisahan pasti ada luka. Tidak selamanya luka berdampak buruk, bahkan mungkin, bisa menjadi sesuatu yang lebih baik. Namun, luka tetaplah luka. Tetap terasa perih dan menyakitkan.
Aku tak boleh menunjukkan apa yang kurasa. Bahkan, aku harus meredam kembali air mata yang hampir jatuh. Aku tau kamu menyadarinya. Dan tetap sama, kamu mengeluarkan senjata andalanmu, tatapan teduhmu.
Kamu duduk termangu diujung sana. Kita saling menyadari bahwa kita saling memperhatikan. Meredam sejenak emosi yang sempat menggebu-gebu. Berpura-pura tak melihat saat mata kita beradu pandang.
Tanganku gemas ingin memelukmu. Mendekapmu meski hanya sesaat. Mencium aroma tubuhmu yang mulai kukenal. Hanya sesaat saja, bahkan aku tak mampu.
Sejujurnya, sebagian dari diri ini tak merelakan kepergianmu, namun, aku harus. Aku tak boleh menjadi penghalang bagimu. Aku akan mendukungmu, disini dan tak akan pergi. Bahkan, aku bisa menjadi rumah untukmu melepaskan segala keluh kesahmu nanti.
Aku mengamati setiap jengkal lekuk tubuhmu. Mengagumi segala sesuatu yang ada di dirimu, hatimu, bahkan jiwamu. Aku... Mencintaimu.
Tak bisakah waktu berlalu begitu cepat saat kita terpisah? Dan berjalan begitu lambat saat kita bersama? Masih banyak hal yang ingin aku lalui bersamamu. Tertawa di balik hujan lagi misalnya. Atau menghabiskan waktu berjam-jam hanya untuk menghabiskan segelas teh.
Beberapa jam lagi, ojek udara mu akan lepas landas. Meninggalkan kota kecil ini dengan semangat yang membara, tanpa sadar, ada seorang gadis yang masih berharap kepergianmu hanyalah gurauan belaka.





astria

Kamis, 05 Desember 2013

Sisa-Sisa Hujan

Hujan selalu menjebak kita. Meninggalkan goresan tinta lama dalam cerita.
Kini, bukan aku lagi yang bisa dengan leluasa menggenggam tanganmu. Menyentuh halus kulitmu. Bahkan, menatapmu penuh harap pun aku tak boleh.
Kita telah terpisahkan. Salahkah bila aku masih memendam rasa? Bukankah selalu ada kita dalam setiap tetesan hujan?
Cerita kita telah usai. Terhenti tanpa rasa yang engkau tinggalkan. Tak adakah rasa sesal yang tertinggal? 
Aku menyesap tehku dalam diam.
Pemandangan tragis di depan mata membuat bulu kudukku merinding. 
Kau tak pernah segembira itu saat bersamaku. Bahkan, berdua denganku di tempat ramai kamupun menghindar. 
Tak bolehkah aku iri padanya? Iri pada kalian yang berbahagia. Iri padanya yang mungkin sangat berarti bagimu.
Curahan hujan kian memudar. Itu berarti, kamu akan membawanya pulang dengan motor bebek kesayanganmu itu. Berbagi kasih dalam nyata. Tertawa riang di temani sisa-sisa hujan.
Terlalu hinakah aku hingga tak bisa melakukan semua hal itu bersamamu?
Bintang yang kuraih kini telah berlalu. Kembali ke angkasa bersama bintang-bintang lain.
Bahkan sekarang mengencani sosok bulan purnama.
Oh Tuhan, adilkah semua ini?
Apa aku pernah melukai orang baik sebelum ini?
Tak ku temukan sisa-sisa keadilan hari ini. 
Apa ini yang disebut takdir?
Bolehkah aku menodai takdir ini, Tuhan?




astria.

Rabu, 04 Desember 2013

Cerita Tentang Kita

Mata tajam tapi teduh. Senyum sinis tapi manis. Hidung mancung nan menggemaskan. Badan besar yang selalu membuatku ingin memelukmu. Entah mengapa semua itu sangat mengagumkan bagiku. Di saat setiap orang menghina dan mencelamu, aku ingin sekali membelamu yang aku sendiripun tak tau mengapa. Aku memang belum terlalu mengenalmu, tapi yang aku tau, aku menyukaimu!
Kamu terlalu terjebak dengan masa surammu itu. Aku dan kamu itu sama. Sama-sama di buang. Sama-sama di sia-siakan. Persamaan nasib, apakah ini kebetulan atau takdir belaka?
Kita pernah mencintai orang yang memang layak di cintai, dengan tulus dan tanpa adanya paksaan. Namun, itu tak berarti apa-apa bagi mereka. Kita hanyalah potongan kecil dari sekian banyak orang yang berada disekitar mereka.
Kita saling mengobati hati masing-masing tanpa sadar bahwa takdir membawa kita untuk bersama. Perasaan tak di duga yang kian menyelimuti hati kita. Saling melengkapi tanpa peduli adanya kekurangan dan kejanggalan tentang perasaan ini.
Kita mencoba memulai hal baru. Membuka buku baru dan menyimpan kenangan lama. Memulai segalanya dengan tawa menggelora.
Aku tak menyangka kedekatan kita membawa kita kedalam kisah cinta yang lebih baik. Ini sungguh di luar dugaan dan akal sehatku, secara sadar. 
Kita saling berusaha untuk menjadi lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan bodoh lagi. Bukankah itu indah? Di cintai oleh orang yang kita cintai. Di kasihi oleh orang terkasih. Indah sekali bukan?
Sore itu, di kala mentari hendak tenggelam, aku melihatmu tersenyum menatap kamera yang sedang menyorotmu bersama seorang gadis, meskipun aku tau kamu tak menjatuhkan hati padanya. Sejak saat itu, ntah mengapa sebagian dari diri ini tak merelakan gadis manapun disisimu. 
Awalnya, aku hanya mengagumi sosokmu yang menurutku patut untuk di kagumi dan tak lebih. Bukan, bukan karena fisikmu yang sempurna, tapi karna kamu adalah kamu.
Diam-diam, aku sering memperhatikanmu. Mencoba mendekatimu, memberi sinyal-sinyal bodoh kepadamu. Dan kamu, tak menyadarinya sama sekali.
Aku ingat setiap hal-hal kecil yang kamu lakukan. Bahkan, aku masih ingat bagaimana kamu menggodaku dulu yang mungkin hanya gurauan belaka. Aku sengaja tak menanggapinya, karna sejujurnya, aku takut untuk menjatuhkan hati padamu. 
Kini, terselip namamu dalam setiap doaku. Aku sendiripun tak tau mengapa namamu menjadi selalu tersebut di setiap untaian doa. Bahkan mungkin namamu sekarang berada di list orang-orang yang wajib ku doakan.
Tak ada yang menyangka bukan tentang hubungan ini? Karna cinta tak bisa di prediksi. Begitu juga kita, membiarkan segalanya mengalir tanpa mencoba menebak masa depan.




astria