Laman

Jumat, 07 Maret 2014

Semanis Cokelat

Setiap sudut kota ini memiliki kisah manis tentang cinta yang mulai terangkai sejak  kami duduk di bangku SMA. Tak ada perasaan aneh sebelumnya, atau hanya kami yang tak menyadarinya. Entahlah,yang aku tau kisah ini indah.
Kami saling mengenggam satu sama lain. Tangan ini terasa pas di tangannya. Hangat. Lembut. Seolah tak lagi ingin berpisah. Tatapan iri bahkan dengki sering kali menghujat hubungan indah ini. Ia selalu meyakinkanku bahwa tak akan ada hal buruk menimpaku. Aku percaya padanya, sangat percaya.
Ia tak pernah berlaku buruk padaku. Aku bagaikan seorang putri raja di hadapannya. Ia tak sungkan mengambilkanku secangkir, dua cangkir, bahkan bercangkir-cangkir minuman di setiap pesta. Aku tau ia menyayangiku, akupun begitu.
Terkadang, aku merasa tak pantas untuknya. Aku tak pernah membalas ribuan bunga darinya, bahkan memberikan surprice kecil di hari bertambah umurnya pun aku tak pernah. Namun, ia tak pernah kecewa akan hal itu. Asalkan aku ada untuknya, itu sudah cukup ujarnya.
Kafe kecil bernuasa Eropa di sudut kota ini adalah tempat favoritnya. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sini hanya demi semangkuk kecil lasagna kesukaannya. Aku selalu senang saat ia memintaku untuk menemaninya di sini. Aku bisa memandanginya lebih lama dengan jarak yang sangat dekat. Sesekali ku usap bibirnya saat saus bolognese mengotori bibir mungilnya. Dan ia akan tertawa karenanya.
Aku adalah aku dihadapannya. Aku bebas melalukan apapun yang aku mau. Sesekali ia memarahiku saat aku bersikap di ambang batas kewajaran, tak lebih dari sepersekian detik ia lalu memelukku. Aneh bukan? Ia tak membiarkanku menjatuhkan sedikitpun air mata dihadapannya. Ia menyayangiku, aku tau itu.
Ia tau bagaimana cara bersenang-senang, ia tau cara membuatku tertawa lepas, ia tau bagaimana cara menyayangiku dengan benar.  Bagaimana mungkin aku melepaskan orang yang menyayangiku melebih dirinya sendiri. Ia benar-benar membuatku merasa hidup, dan aku takkan melepaskannya.
Jutaan kasih sayang yang ia berikan seakan tak ada habisnya. Wanita mana yang akan meragu menghadapi malaikat tampan nan baik hati sepertinya? Kurasa tak ada. Aku takut suatu saat tak ada lagi malaikat itu disisiku, untukku, yang selalu ada untukku. Bukankah semanis apapun cokelat pasti akan kadaluwarsa juga? Bagaimana kalau cintanya yang justru kadaluwarsa? Aku pernah membayangkan ini sebelumnya, dan aku menyesal memikirkannya.
astria