Setiap sudut kota ini memiliki kisah manis tentang cinta
yang mulai terangkai sejak kami duduk di
bangku SMA. Tak ada perasaan aneh sebelumnya, atau hanya kami yang tak
menyadarinya. Entahlah,yang aku tau kisah ini indah.
Kami saling mengenggam satu sama lain. Tangan ini terasa
pas di tangannya. Hangat. Lembut. Seolah tak lagi ingin berpisah. Tatapan iri bahkan
dengki sering kali menghujat hubungan indah ini. Ia selalu meyakinkanku bahwa
tak akan ada hal buruk menimpaku. Aku percaya padanya, sangat percaya.
Ia tak pernah berlaku buruk padaku. Aku bagaikan seorang
putri raja di hadapannya. Ia tak sungkan mengambilkanku secangkir, dua cangkir,
bahkan bercangkir-cangkir minuman di setiap pesta. Aku tau ia menyayangiku,
akupun begitu.
Terkadang, aku merasa tak pantas untuknya. Aku tak pernah membalas
ribuan bunga darinya, bahkan memberikan surprice kecil di hari bertambah umurnya
pun aku tak pernah. Namun, ia tak pernah kecewa akan hal itu. Asalkan aku ada
untuknya, itu sudah cukup ujarnya.
Kafe kecil bernuasa Eropa di sudut kota ini adalah tempat
favoritnya. Ia bisa menghabiskan waktu berjam-jam di sini hanya demi semangkuk kecil
lasagna kesukaannya. Aku selalu senang saat ia memintaku untuk menemaninya di
sini. Aku bisa memandanginya lebih lama dengan jarak yang sangat dekat. Sesekali
ku usap bibirnya saat saus bolognese mengotori bibir mungilnya. Dan ia akan
tertawa karenanya.
Aku adalah aku dihadapannya. Aku bebas melalukan apapun yang
aku mau. Sesekali ia memarahiku saat aku bersikap di ambang batas kewajaran, tak
lebih dari sepersekian detik ia lalu memelukku. Aneh bukan? Ia tak membiarkanku
menjatuhkan sedikitpun air mata dihadapannya. Ia menyayangiku, aku tau itu.
Ia tau bagaimana cara bersenang-senang, ia tau cara
membuatku tertawa lepas, ia tau bagaimana cara menyayangiku dengan benar. Bagaimana mungkin aku melepaskan orang yang menyayangiku
melebih dirinya sendiri. Ia benar-benar membuatku merasa hidup, dan aku takkan
melepaskannya.
Jutaan kasih sayang yang ia berikan seakan tak ada habisnya.
Wanita mana yang akan meragu menghadapi malaikat tampan nan baik hati sepertinya?
Kurasa tak ada. Aku takut suatu saat tak ada lagi malaikat itu disisiku,
untukku, yang selalu ada untukku. Bukankah semanis apapun cokelat pasti akan kadaluwarsa
juga? Bagaimana kalau cintanya yang justru kadaluwarsa? Aku pernah
membayangkan ini sebelumnya, dan aku menyesal memikirkannya.
astria