Hari ini adalah hari ke-365 kami berpisah. Tepat hari ini, di
sini, di jam dan waktu yg sama. Aku ingat semua tentangnya saat ia masih
bersamaku. Tentang bagaimana ia menggenggamku erat selama satu setengah tahun.
Tentang bagaimana ia menarik ulur perasaanku saat itu.
365 hari telah ku lalui tanpanya. Mungkin sakit itu masih
ada, masih. Luka itupun belum seutuhnya sembuh. Tetes demi tetes air mata masih
saja berjatuhan saat melihat bayangnya. Ia sudah terbang terlalu jauh, tak
mungkin lagi dapat ku gapai. Meskipun bayang-bayangnya tak pernah pergi.
Telpon genggam ini tak pernah memunculkan lagi namanya.
Terkadang, aku menunggu mungkin suatu saat hatinya akan tergerak mengirimkan
pesan singkat sekadar bertanya “apa kabarmu?”, “apa saja yang kau lakukan
saatku tak lagi denganmu?”, ”selamat malam” atau hanya sekadar “hai”. Ya
mungkin nanti, bukan sekarang ataupun besok. Bahkan mungkin aku mengharapkan
“late phone calls” darinya. Itulah yang sangat-sangat kurindukan darinya.
Bayangkan saja seseorang yang sangat kau cintai menelponmu ketika kamu tengah
tertidur lelap hanya untuk bertanya “sudah tidur? Makan sudah? Sudah
menyelesaikan tugas-tugasmu?”. Bagaimana senyumku tak merekah mendengar
suaranya yang diturunkan beberapa oktaf dan sangat lembut, seolah-olah ia
membisikkanku dengan hatinya. Berkata manis dan menyuruhku kembali tidur, dan
oh ya, goodnight kisses di setiap akhir panggillan.
Tepat hari ini, di sini, di jam 4 pagi memori-memori bersamanya
menari-nari di pikiranku. Seakan-akan mengejekku, memancing emosiku, bahkan
menusuk dadaku dengan keindahannya. Tak peduli bagaimana aku berusaha
menahannya, ia tetap menari-nari dengan pisaunya dan terus mencabik-cabik hati
ini hingga sesak rasanya.
Tak pernah ada lagi bujuk rayunya untuk bernyanyi,
menghilangkan amarah, mencium hingga memeluknya. Ntah mengapa tangan ini tak
pernah sampai untuk meraihnya lagi. Tak pernah sampai untuk menyentuhnya lagi.
Bahkan bibir ini tak sanggup lagi menyebut namanya.
Semua lagu romantis yang pernah ia nyanyikan kini berubah
menjadi lantunan menyakitkan. Tak lagi semanis saat sedang ia nyanyikan. Tragis.
Hingga akhirnya aku membenci semua lagu romantis.
Aku telah terhapus. Aku telah terlupakan dari segala
kenangan manis yang pernah kami ukir, yang pernah kami gambarkan, hingga kami
nyanyikan. Aku tak pernah ada lagi di setiap ceritanya. Aku tak pernah bisa lagi
memamerkan kemesraan bersamanya. Aku tak pernah bisa lagi mengharapkannya di
sini. Karna aku, telah terlupakan.astria