Perlahan langit mulai gelap. Sunset telah usai beberapa
menit yang lalu. Aku duduk di pondok dekat pantai dengan segelas teh hangat
yang menemani. Kupandangi laut dalam gelap malam. Sesekali kupejamkan mata
merasakan dingin malam itu. Perlahan, aku berdiri. Aku berusaha melawan sepi
yang menggeliat dalam diri. Di pantai ini, terdapat sejuta kenangan tentang
‘aku’ dan ‘dia’. Pantai ini, merupakan saksi bisu segala hal tentang ‘aku’ dan ‘dia’.
Tentang bagaimana waktu yang tak terhitung yang telah kami habiskan bersama.
Kuambil segenggam pasir pantai. Perlahan kugenggam dan mulai
berjatuhan lah sedikit demi sedikit. Aku sadar, perasaannya telah pudar.
Perlahan menjauh dan membuang rasa yang pernah ada. Tak ada lagi canda tawa dan
secarik kisah tentang ‘aku’ dan ‘dia’. Tak ada lagi khayalan gila yang kami
buat bersama. Aku terhempas oleh waktu. Waktu yang perlahan membuat kami
menjauh. Waktunya untukku sudah habis dan tak mungkin dapat terulang. Namun,
aku tak setegar batu karang di lautan. Aku kalah dan mengalah pada takdir. Aku
tak mampu merubah takdir seorang diri.
Wajahku berubah pucat pasi membayangkannya di depan mata.
Mata yang membuka kisah kasih indah tentang pantai ini. Mata yang menyadarkanku
bahwa kisah kami telah usai. Cerita cinta kami telah ternodai. Ada goresan
kecil di hati ini, dan aku yakin, juga di hatinya.
Kisah ini terlupakan. Terlupakan segala angan-angan dalam
benak diri. Hancur sebuah harapan yang telah kami rangkai selama ini. Ntahlah,
mungkin tak ada lagi cara untuk membenarkan sesuatu yang telah rusak. Karna
kisah ini, tak mungkin terulang.
Dia mengajakku terbang tinggi dengan caranya. Meluapkan
berbagai emosi dengan hangat. Menanamkan benih kasih yang kian tumbuh seiring
berjalannya waktu. Kini, dia telah pergi jauh meninggalkan mimpi yang telah
kami ukir. Meninggalkan bekas luka tanpa mengobati.
Hanya rasa rindu yang ia tinggalkan. Rindu yang kian hari
kian membara. Rindu yang tak pernah tersampaikan. Karna rindu ini, tak mungkin
terbalaskan.
astria
Tidak ada komentar:
Posting Komentar