Laman

Rabu, 18 September 2013

Seperti (dulu).

Lagu itu terus berputar dalam memori ku. Entah siang, malam, ramai ataupun sunyi. Aku hanya merasa kosong dan sendiri setiap saat. Sudah 2 minggu dan rasa perih itu belum hilang. Aku tak tau sampai kapan luka ini menggerogoti hatiku yang kecil ini.
Aku menyesali setiap hal yang pernah kita lalui bersama. Aku menyesal telah menjatuhkan hati padamu. Aku menyesal telah berharap banyak padamu.
Harusnya, aku lebih bisa menahan diri dan tahu diri saat itu. Harusnya aku tidak nekat untuk terus menelusuri hatimu sehingga memberimu kebimbangan yang dalam.
Aku memaksa masuk dan merusak hal indah bagi ‘nya’. Sulit bagiku untuk berhenti mengagumimu dalam diam. Hati kecilku memaksa agar aku bisa berbuat lebih untuk bersamamu.
Akulah orang terdekatmu sebelum ada dia. Akulah satu-satunya orang yang kamu percayai sebelum ada dia. Aku tidak pernah menyangka akan merasa kehilanganmu setelah kamu mendapat tambatan hati. Bahkan aku terlambat menyadari bahwa ternyata aku menyukaimu sejak dulu! Bagiku, persahabatan kita adalah yang terbaik dari segala-galanya. Dimana ada aku, disitu ada kamu. Hanya dua insan yang saling menyayangi sebagi sahabat. Aku bahkan tidak merasa membutuhkan seorang kekasih karna kamu telah merangkapnya.
Kamu bisa menjadi kakak, sahabat, bahkan terkadang kamu berlaku sebagai kekasihku. Aku merasa sempurna karna memilikimu! Kamu selalu bisa menghapus air mataku. Aku bahkan tak perlu meminta pinjaman bahu karna kamu akan lagsung memelukku ketika aku terluka.
Bertahun-tahun persahabatan tanpa pamrih kita lalui dengan segala sukacita. Namun ada kejanggalan padamu beberapa bulan terakhir. Kamu menyukai seorang perempuan yang cantik nan indah. Aku tersingkir olehnya. Kamu memilihnya dan meninggalkanku. Ntah mengapa aku tidak terima dengan perlakuan ini.
Bukankah seharusnya aku mendukung hubunganmu? Bukankah seharusnya tak ada kecemburuan dalam diri ini? Aku kalah. Aku melangkah mundur dengan teratur tanpa kau minta.
Hingga suatu hari aku mulai mengagumi seorang pria tinggi, cukup tampan, dan perawakan Jawa. Dia mendekatiku dan akupun mulai belajar menerimanya. Aku berusaha keras agar bisa menyayanginya seperti aku menyayangimu. Tapi hati tak bisa berbohong. Aku masih (terlalu) mencintaimu. Dan aku sadar, aku tidak bisa mencintai orang lain dengan perasaan yang sama.
Tiba-tiba, hari itu kamu kembali padaku. Mungkin kamu sedang bosan dengan ‘Si Cantik’. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan yang menggelora. Hatiku berjerit-jerit untuk segera menyatakan. Lalu meluncurlah kata-kata maut yang mulai merusak segalanya. Aku menyatakannya.
Mungkin, saat itu kamu merasa iba. Tak tega melihatku yang menatapmu penuh harapan.  Hubungan terlarang itupun akhirnya terbongkar. Usai sudah karna kamu tetap memiihnya dan meninggalkanku lagi.  Aku tak berdaya mendengar keputusanmu itu. Hujanpun tak bisa menutupi air mataku yang lebih deras. Aku terisak berhari-hari, hingga saat ini.
Apakah ia lebih menyayangimu  daripada aku? Apakah dia yang bisa membuatmu nyaman? Bukankah aku yang lebih tau banyak tentangmu daripada dia? Aku yang sudah bertahun-tahun bersamamu dan dia hanya perlu hitungan bulan untuk merebutmu.
Apa dia berhasil menghapus airmatamu seperti aku dulu? Apakah kamu juga melakukan kebiasaan kita dulu saat bersamanya? Aku tak pernah tau jawabannya.
Harusnya aku tidak pernah menyatakan hal bodoh itu. Dan harusnya hati ini tak perlu repot-repot untuk menyukaimu. 

Terbanglah.. Dan kembalilah saat lukaku sembuh. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar