Lagu itu terus berputar
dalam memori ku. Entah siang, malam, ramai ataupun sunyi. Aku hanya merasa
kosong dan sendiri setiap saat. Sudah 2 minggu dan rasa perih itu belum hilang.
Aku tak tau sampai kapan luka ini menggerogoti hatiku yang kecil ini.
Aku menyesali setiap hal yang pernah kita lalui bersama. Aku
menyesal telah menjatuhkan hati padamu. Aku menyesal telah berharap banyak
padamu.
Harusnya, aku lebih bisa menahan diri dan tahu diri saat itu. Harusnya aku tidak
nekat untuk terus menelusuri hatimu sehingga memberimu kebimbangan yang dalam.
Aku memaksa masuk dan merusak hal indah bagi ‘nya’. Sulit
bagiku untuk berhenti mengagumimu dalam diam. Hati kecilku memaksa agar aku
bisa berbuat lebih untuk bersamamu.
Akulah orang terdekatmu sebelum ada dia. Akulah satu-satunya
orang yang kamu percayai sebelum ada dia. Aku tidak pernah menyangka akan
merasa kehilanganmu setelah kamu mendapat tambatan hati. Bahkan aku terlambat
menyadari bahwa ternyata aku menyukaimu sejak dulu! Bagiku, persahabatan kita
adalah yang terbaik dari segala-galanya. Dimana ada aku, disitu ada kamu. Hanya
dua insan yang saling menyayangi sebagi sahabat. Aku bahkan tidak merasa
membutuhkan seorang kekasih karna kamu telah merangkapnya.
Kamu bisa menjadi kakak, sahabat, bahkan terkadang kamu
berlaku sebagai kekasihku. Aku merasa sempurna karna memilikimu! Kamu selalu
bisa menghapus air mataku. Aku bahkan tak perlu meminta pinjaman bahu karna
kamu akan lagsung memelukku ketika aku terluka.
Bertahun-tahun persahabatan tanpa pamrih kita lalui dengan
segala sukacita. Namun ada kejanggalan padamu beberapa bulan terakhir. Kamu
menyukai seorang perempuan yang cantik nan indah. Aku tersingkir olehnya. Kamu
memilihnya dan meninggalkanku. Ntah mengapa aku tidak terima dengan perlakuan
ini.
Bukankah seharusnya aku mendukung hubunganmu? Bukankah
seharusnya tak ada kecemburuan dalam diri ini? Aku kalah. Aku melangkah mundur
dengan teratur tanpa kau minta.
Hingga suatu hari aku mulai mengagumi seorang pria tinggi,
cukup tampan, dan perawakan Jawa. Dia mendekatiku dan akupun mulai belajar
menerimanya. Aku berusaha keras agar bisa menyayanginya seperti aku
menyayangimu. Tapi hati tak bisa berbohong. Aku masih (terlalu) mencintaimu.
Dan aku sadar, aku tidak bisa mencintai
orang lain dengan perasaan yang sama.
Tiba-tiba, hari itu kamu kembali padaku. Mungkin kamu sedang
bosan dengan ‘Si Cantik’. Aku tidak bisa menyembunyikan perasaan yang
menggelora. Hatiku berjerit-jerit untuk segera menyatakan. Lalu meluncurlah
kata-kata maut yang mulai merusak segalanya. Aku menyatakannya.
Mungkin, saat itu kamu merasa iba. Tak tega melihatku yang
menatapmu penuh harapan. Hubungan
terlarang itupun akhirnya terbongkar. Usai sudah karna kamu tetap memiihnya dan
meninggalkanku lagi. Aku tak berdaya
mendengar keputusanmu itu. Hujanpun tak bisa menutupi air mataku yang lebih
deras. Aku terisak berhari-hari, hingga saat ini.
Apakah ia lebih menyayangimu
daripada aku? Apakah dia yang bisa membuatmu nyaman? Bukankah aku yang
lebih tau banyak tentangmu daripada dia? Aku yang sudah bertahun-tahun
bersamamu dan dia hanya perlu hitungan bulan untuk merebutmu.
Apa dia berhasil menghapus airmatamu seperti aku dulu?
Apakah kamu juga melakukan kebiasaan kita dulu saat bersamanya? Aku tak pernah
tau jawabannya.
Harusnya aku tidak pernah menyatakan hal bodoh itu. Dan
harusnya hati ini tak perlu repot-repot untuk menyukaimu.
Terbanglah.. Dan kembalilah saat lukaku sembuh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar